1.
Asimilasi
Asimilasi merupakan perubahan
morfofonemik tempat sebuah fonem yang cenderung lebih banyak menyerupai fonem
lingkungannya. Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi
yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi
itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang
mempengaruhinya. Misalnya, kata sabtu dalam bahasa indonesia sering
diucapkan /saptu/, dimana terlihat bunyi /b/ berubah menjadi /p/ sebagai akibat
pengaruh /t/, bunyi /b/ adalah bunyi hambat bersuara sedangkan bunyi /t/ adalah
bunyi hambat tak bersuara. Oleh karena itu bunyi /b/ yang bersuara iru, karena
pengaruh bunyi /t/ yang tak bersuara, berubah menjadi bunyi /p/ yang juga tidak
bersuara.
Kalau perubahan itu menyebabkan perubahan
identitas sebuah fonem, maka perubahan itu disebut asimilasi fonemis.
Sedangkan, apabila perubahan itu tidak menyebabkan berubahnya identitas sebuah
fonem, maka perubahan itu merupakan asimilasi fonetis atau asimilasi
alomorfemis.
Dalam bahasa belanda bentuk op de weg dilafalkan /obdeweg/, dimana
bunyi /p/ dilafalkan menjadi bunyi /b/ sebagai akibat pengaruh bunyi /d/ pada
kata de. Di sini terlihat /d/ bunyi hambat bersuara mempengaruhi bunyi
/p/ yang tidak bersuara, sehingga menjadi bunyi hambat bersuara /b/. Karena
dalam bahasa belanda bunyi /b/ dan /p/ adalah fonem-fonem yang berbeda, maka
perubahan itu juga dinamakan asimilasi fonemis.
Sedangkan, pada kata Belanda zakdoek
‘sapu tangan’ yang dilafalkan /zagduk/, bunyi /k/ dalam silabel zak yang tidak bersuara diubah menjadi
bunyi /g/ yang bersuara sebagai akibat dari pengaruh bunyi /d/ yang bersuara.
Karena bunyi /g// hanyalah alofon dari fonem /k/ dalam bahasa belanda, maka
perubahan dari bunyi /k/ ke bunyi /g/ hanyalah bersifat alofonis, bukan
fonemis. Jadi, asimilasinya bukan asimilasi fonemis melainkan asimilasi
alomorfemis atau asimilasi fonetis.
Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa segi,
yaitu berdasarkan tempat fonem yang dihasilkan , dan sifat asimilasi itu
sendiri (Keraf, 1982:37).
1)
Penggolongan asimilasi berdasarkan tempat fonem yang
diasimilasikan.
Berdasarkan
tempat fonem yang diasimilasikan, asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi
progresif dan asimilasi regresif. Berikut ini penjelasannya.
a.
Asimilasi progresif
Suatu asimilasi
dikatakan asimilasi progresif apabila bunyi yang diasimilasikan terletak
sesudah bunyi yang mengasimilasikan. Atau dengan kata lain, bunyi yang diubah
itu terletak dibelakang bunyi yang mempengaruhinya.
Misalnya,
dalam bahasa Jerman bentuk mit der frau diucapkan
/mit ter iraᵘ/. Bunyi /d/ dalam kata der berubah
menjadi bunyi /t/ sebagai akibat dari pengaruh bunyi /t/ pada kata mit yang ada di depannya.
Contoh
lainnya: colnis (latin kuno) →
collis (latin)
peN- + sabar
→ penyabar
meN- +
pugar → memugar
b.
Asimilasi regresif
Suatu
asimilasi dikategorikan asimilasi regresif apabila bunyi yang diasimilasikan
mendahului bunyi yang mengasimilasikan. Dengan kata lain, bunyi yang diubah itu
terletak dimuka bunyi yang mempengaruhinya.
Misalnya,
berubahnya bunyi /p/ menjadi bunyi /b/ pada pada kata Belanda op de weg yang dilafalkan /obdeweg/,
dimana bunyi /p/ dilafalkan menjadi bunyi /b/ sebagai akibat pengaruh bunyi /d/
pada kata de.
Contohnya lainnya : in- +
possible → impossible
en- +
power → empower
peN- +
bela → pembela
c.
Asimilasi Resiprokal
suatu
asimilasi dikatakan asimilasi resiprokal apabila perubahan itu terjadi pada
kedua kedua bunyi yang saling mempengaruhinya, sehingga menjadi fonem atau
bunyi yang lain.
Misalnya,
dalam bahasa Batak Toba, kata bereng ‘lihat’
dan hamu ‘kamu’ dalam konstruksi
gabungan bereng hamu ‘lihatlah oleh
kamu’ baik bunyi /ng/ pada kata bereng maupun bunyi /h/ pada kata hamu keduanya berubah menjadi bunyi /k/,
sehingga konstruksi bereng hamu itu diucapkan /berek kamu/.
2)
Penggolongan asimilasi berdasarkan sifat asimilasi itu
sendiri.
Berdasarkan
sifat asimilasi itu sendiri, asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi total
dan parsial.
a)
Asimilasi Total
Yang
dimaksud dengan asimilasi total yaitu penyamaan fonem yang diasimilasi
benar-benar serupa, atau dengan perkataan lain dua buah fonem yang disamakan
tersebut, dijadikan serupa betul.
Contohnya:
Proses Asimilasi
|
Hasil Asimilasi
|
Dalam Bahasa Indonesia
|
ad + salam (Arab)
in + moral (Ingg.)
ad + similatino (Lat)
meN- + periksa (Ind)
|
assalam
immoral
assimilasi
memeriksa
|
asalam
imoral
asimilasi
memeriksa
|
b)
Asimilasi Parsial
Suatu
asimilasi dikategorikan asimilasi parsial bila kedua fonem yang disarnakan itu
tidak persis melainkan hanya sejenis secara artikulatoris.
Contohnya:
in- + possible
→ impossible
meN- +
bawa
→ membawa
en +
bitter
→ embitter
peN- +
dengar
→ pendengar
2.
Disimilasi
Kalau dalam asimilasi fonem mengalami
perubahan mendekati fonem lingkungannya, maka dalam disimilasi fonem tersebut
seakan-akan menjauhi persamaan dengan fonem lingkungannya. Dengan kata lain
terjadi pelainan bunyi demi kepentingan kelancaran ucapan.
Misalnya, dalam bahasa Sansekerta kata cipta dan cinta yang berasal dari bahasa Sansekerta citta. Kita lihat bunyi /tt/ pada kata citta berubah menjadi bunyi /pt/ pada kata cipta dan bunyi /nt/ pada kata cinta.
Contoh lainnya:
in +
noble
→ ignoble
saj + jana (skt)
→ sarjana
sayur + sayur
→ sayur mayur
Silahkan beri komentar . satu komentar dari kalian akan bermanfaat sekali untuk blog ini . (^.^)
maklumat yang sangat baik
BalasHapuskeren atu,,,
BalasHapusBanyak asimilasi bahasa lain ke Bahasa Indonesiam sehingga banyak kata serapan dalam bahasa Indonesia, baik dari bahasa Belanda, Arab, maupun Portugis
BalasHapus