Kamis, 22 Mei 2014

Masa Lalu Hanyalah Sebuah Kenangan




Dalam membuat sebuah karya sastra, kita pastinya membutuhkan suatu kekreatifan dan daya imajinasi yang tinggi. Kita bisa mengeksperikan apapun ide-ide yang ada di kepala kita. Tidak ada batasan sama sekali dalam menuliskan sebuah karya sastra. Kita bisa dengan bebas menggunakan berbagai bentuk gaya bahasa dalam menuangkan ide-ide kita, kita bisa bebas menggunakan bentuk-bentuk perumpamaan dalam karya sastra yang kita buat. Hal ini tentu saja demi memperindah karya sastra yang sedang kita tulis.

Dalam cerpen karya M. Shoim Anwar yang berjudul "Surat Terakhir" yang menceritakan tentang sebuah kenangan masa lalu seorang pria terhadap sang mantan kekasih. Meskipun sang pria sudah berkeluarga, tapi perasaannya terhadap sang mantan kekasih masih ada. Hal ini yang menyebabkan muncullah konflik antara sang pria dengan istrinya. Surat-surat maupun foto sang mantan kekasih di masa lalunya masih tersimpan dengan baik. Sesekali dilihatnya dengan seksama untuk mengenang bagaimana kisah cintanya di masa lalu.

Kutepuk-tepuk punggungnya. Dia tertidur. Setelah itu kubaca surat-surat Susmia yang lain. Semua sudah lusuh, bahkan jejak lipatan-lipatan surat itu ada yang hampir putus karena terlalu sering dibuka dan dilipat.
Foto Susmia pun aku lihat, aku amati bagian demi bagian. Terakhir, kucium foto itu, seperti aku mencium Susmia lima belas tahun lampau.

Dalam kutipan di atas, Si pria tidak bisa melupakan mantan kekasihnya karena dia adalah cinta pertamanya. Keegoisan dan ketidaklapangan si pria dalam melepaskan masa lalunya membuatnya lupa dengan kehidupannya sekarang yang sudah sangat jelas menjadi seorang suami dan juga ayah dari anaknya. Bahkan di saat anaknya tertidur di sampingnya pun dia masih sempat-sempatnya membaca kembali bahkan sampai mencium foto sang mantan kekasih.

Bayangan akan masa lalunya bersama Susmia terkadang masih mendatangi dirinya. Dan pada saat dia merasakan kerinduannya terhadap Susmia, dia selalu membaca kembali surat-surat dari Susmia dan melihat foto Susmia. Hingga akhirnya sang istri menemukan surat dan foto Susmia yang disimpannya.

"Anakmu sudah dua! Pakai surat-suratan segala. Nyimpan foto lagi!"
"Surat apa?"
"Ini" istriku menunjukkan setumpuk surat dan foto dari balik punggungnya. "Ngaku nggak!"
"Lihat tanggalnya. Ini surat ketika aku masih bujangan dulu."
"Sama saja!"

Dari kutipan di atas, sang istri menjad geram karena tingkah suaminya. Sang istri mengira sang suami berselingkuh. Bagaimana sang istri tidak berpikiran seperti itu kalau suaminya masih menyimpan surat bahkan foto dari mantan kekasihnya dahulu. Setidaknya suami harus memperhatikan perasaan sang istri juga.

"Dengarkan," aku memotong, "itu adalah masa laluku. Aku punya hak untuk mengenangnya. Kamu tak boleh merampas."
"Itu namanya kamu egois. Pantas saja nama perempuan itu sering kau sebut dalam tidurmu!"

Kutipan di atas menunjukkan bagaimana sikap egois Pria. Seharusnya dia harus mampu melepaskan masa lalunya demi sang istri. Tidak sepantasnya si Pria malah memarahi balik sang istri karena hal itu. Sang istri berhak marah karena sang suami tidak bisa melupakan sang mantan kekasih. Sebagai seorang istri pasti dia merasa sakit hati karena suaminya masih menyimpan surt bahkan foto mantan kekasihnya.

Dengan cepat istriku mendorong tubuhku. Karena kalah posisi, aku jatuh terjengkang ke pinggir dipan. Kepalaku tertatap tembok. Sementara istriku berbalik meninggalkan tempat ini. Kepalaku teras pusing dan berat. Tapi aku cepat-cepat bangkit. Aku ingin menguntit, kemana surat-surt dan foto itu dibawa. Dalam hatiku berdoa, "Semoga istriku tidak membakar surat-surat dan foto Susmia itu."

Bahkan saat sang istri marah besar dan sampai membuat si pria kesakitan karena dorongan istri, si pria masih sempat berharap agar sang istri tidak membakar surat dan foto Susmia. Si pria seakan tidak peduli dan tidak peka sama sekali dengan sikap sang istri, masa lalu sudah mendominasi pikirannya. Seakan kemarahan sang istri tidak begitu penting di dala pikrannya dibandingkan dengam Susmia.

Masa lalu memang bagian terpenting dalam perjalanan hidup setiap orang. Mengenang masa lalu juga tidak selalu salah, namun setidaknya kita harus bisa memposiskan diri dalam kehidupan kita saat ini maupun untuk kedepannya. Kita harus bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi sekarang. Kita harus menjaga perasaan seseorang yang menjadi bagian dalam hidup kita saat ini, jangan selalu melihat ke masa lalu. Karena masa lalu hanyalah sebuah kenangan yang hanya ada dalam benak kita dan masa depan adalah sebuah kenyataan yang akan kita jalani.

Google Search