langkah-langkah
memahami puisi hakikatnya semacam kompas pandu yang akan mendekatkan dengan
“apa dan bagaimana” melakukan sesuatu. Dalam memahami puisi tidak diharuskan
untuk mengikuti semua langkah-langkah. Ada yang ditinggalkan, ada yang penting
diintensifkan, dan ada pula yang mungkin di tambahkan. Karena langkah-langkah
dalam konsepsi epistomologis reseptif ini bukanlah ekspositional yang kaku. Yang
terpenting adalah :
·
Pemahaman terhadap komponen karya puisi,
·
Estetika sebuah karya puisi,
·
Pemahaman proses persalinan karya puisi,
·
Proses pergulatan dan pembacaan yang
empatif dan intensif,
·
Proses penceritaan kembali sebagai
indikator apresiasi karya yang paling mudah.
Kelima
proses yang saling berkaitan ini, tentu, jika meminjam pengalaman para
penggulat sastra yang bersifat individual dan unik. Individual, karena
masing-masing pembaca atau kritikus sering kali berbeda. Unik, karena mereka
juga melekat kekhasan masing-masing orang sebagai pembaca.
Dalam
apresiasi seseorang dibutuhkan kemampuan empati, reflektif, dan imajinatif.
Empati adalah kemampuan apresiasi untuk berlibat dengan persoalan yang ada di
dalam karya puisi. Reflektif adalah kemampuan pembaca untuk merefleksikan sikap
pembacaannya. Sedangkan, imajinatif adalah kemampuan berimajinasi untuk
menemukan aneka visualisasi dan citra cerita yang ditulis oleh penyair.
Selanjutnya
apresian puisi dituntut untk memiliki ;
·
Pemahaman atas kede bahasa,
·
Pemahaman atas kode sastra,
·
Pemahaman atas kode budaya.
Ketiga
hal tersebut akan membantu seseorang memahami karya puisi secara optimal.
Ketiga kode itu memiliki inspirasi dan relasi makna dan imajinasii yang
berbeda, tetapi dalam pemahaman dan produksi sastra, berkelindan dalam satu
tali proses pemahaman.
Secara
acak berenung mengenai rangkaian proses apresiasi puisi, maka tentu akan
berkaitan dengan beberapa hal berikut ;
1. Kemampuan
Memahami Judul.
Judul merupakan representasi isi puisi.
Untuk itu, langkah pertama dalam memahami karya puisi adalah mengenali
judulnya. Membaca judul puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar
misalnya, maka akan ditemukan pengalaman jiwa Chairil Anwar yang sangat
intensif yang tidak saja merupakan pengalaman indrawi. Dari judul puisi
tersebut, ada tiga jenis diksi yang memiliki konotasi dan simbolisasi makna
yang kuat. Kata “senja” secara konotatif simbolis menggambarkan bagaimana
sebuah fenomena waktu yang menjelaskan bahwa sudah akan berakhir saat cerah
matahari dan sesaat lagi akan tiba saat gulita. Pengalaman yang menyenangkan
saat siang/terang si aku liris dengan subjek/yang disapa sesaat lagi akan
berganti dengan kesedihan saat malam/gelap. Jadi mencari pergulatan makna di
dalam judul puisi merupakan kemutlakan apresiasi pada tahap awal.
2. Temukan
“Kata Kunci” Puisi.
Kata kunci dalam sebuah puisi bisa jadi
merupakan kata inspiratif, diksi konotatif, atau idiom penting dalam lirik-bait
sebuah puisi. Karena ciri penting puisi adalah kepadatan bahasa, keindahan
kata, dan permainan imajinasi yang impresif.
Diksi pelabuhan dalam judul puisi Senja
di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar merupakan kunci penting. Karena
pelabuhan seringkali dipahami sebagai tempat berlabuh, bersandar, berangkatnya
sebuah pelayaran. Pelabuhan merupakan simbol dari wanita jika itu merupakan
hubungan aku lirik dengan yang disapa sebagaimana puisi Chairil Anwar.
3. Temukan
Kekhasan Pengucapan Penyair.
Karakter pengucapan penyair ditentukan
oleh beberapa faktor berikut:
·
Pilihan kata, idiom, dan frase yang
berbobot,
·
Pelarikan yang luwes (fleksibel),
·
Pengolahan bait yang padat yang memiliki
satu subject matter,
·
Organisasi totalitas puisi yang
impresif,
·
Mengungkapkan tone dan feeling yang
impresif,
·
Pesan tersembunyi yang mampu diselipkan,
·
Latar sosiobudaya penyair,
·
Biografi dan pendidikan seorang penyair.
Menebarkan kata, idiom, dan frase yang
khas akan melahirkan pembayangan pembaca yang lebih sempurna.
4. Temukan
Aliran yang Digunakan.
Seorang penyair berkecenderungan atas
aliran tertentu. Sutardji Calzoum Bachri cenderung absurdis. Taufik Ismail
cenderung realisme. Sementara aliran dalam karya sastra Indonesia dikenal
banyak sekali. Seperti realisme, naturalisme, romantisme, idealisme, ekspresionisme,
dan lain sebagainya. Aliran yang dipilih penyair akan memudahkan dalam memahami
karya puisi. Misalnya, puisi “Aku” karya Chairil Anwar merupaka luapan ekspresi
kejiwaan penyair yang luar biasa dipicu oleh realitas sosial yang
menghimpitnya.
5. Temukan
Tema Puisi
Tema adalah masalah. Sebuah karya puisi
adalah gambaran tentang masalah. Keberadaan tema dalam puisi hakekatnya adalah
persoalan masalah kehidupan itu sendiri. Misalnya masalah keluarga, cinta,
agama, budaya, filsafat, politik,ekonomi, dan lain sebagainya.
Taufik Ismail sering mengangkat tema
sosial kemasyarakatan. Abdul Haadi MW mengangkat tema-tema agama dan
relijiusitas.
6. Temukan
Gaya Bahasa.
Bahasa dalam sastra berbeda dengan
bahasa pada umumnya. Penggunaan bahasa estetis itu dimaksudkan agar karya
sastra puisi menjadi memesona. Penyair biasanya menggunakan kekhasan
pengucapan, imaji yang kental, kata dan idiom yang menarik, larik yang puitik,
pengabaian kaidah kebahasaan, dan menggunakan gaya bahasa yang kaya. Gaya
bahasa merupakan instrumen yang penting, karena bahasa sastra (karya puisi)
bukanlah bahasa biasa. Tetapi bahasa estetis yang penuh dengan berbagai gaya
bahasa, metafora, figurative language, dan seterusnya.
Sebelum mengapresiasikan karya puisi,
pembaca diharapkan memiliki bekal penguasaan atas gaya bahasa. Selanjutnya,
gaya bahasa yang dipergunakan penyair dimanfaatkan untuk memberikan imaji yang
membandingkan, mengontraskan, menegaskan, dan menyindir.
Tugas apresiator salah diantaranya
adalah menemukan majas (figurative language) yang dipergunakan penyair.
Figurative language itu bersifat prismatis.
Artinya, bahasa yang mamancarkan makna lebih dari satu. Dalam
penggunaanya figurative language mempertalikan sesuatu dengan cara
menghubungkannya dengan sesuatu yang lain. Fungsi puitis figurative language
ialah dapat memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya
hidup dalam karya sastra.
Umumnya majas dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu, majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas pertautan.
Berikut adalah gaya bahasa sebagai bekal
apresiasi karya puisi :
·
Alegori.
Alegori
merupakan jenis gaya bahasa yang menyatakan sesuatu hal dengan perlambangan.
Perlambangan yang dimaksudkan dalam gaya bahasa ini adalah perlambangan dengan
menggunakan perbandingan penuh. gaya bahasa ini banyak dipergunakan dalam
pengucapan karya puisi.
·
Alusio.
Alusio
merupakan gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan ungkapan atau peribahasa
yang sudah lazim diketahui banyak orang. Contoh, hidupnya seperti telur di
ujung tanduk.
·
Anapora.
Anapora
termasuk ke dalam gaya bahas paralelisme. Anapora merupakan gaya bahasa yang
menggunakan kata atau frase yang sama di depan larik-larik (kalimat-kalimat
sebelumnya) secara berulang-ulang.
·
Antitesis.
Antitesis
termasuk gaya bahasa pertetangan. Antitesis merupakan jenis gaya bahasa yang
mempergunakan kata-kata secara berlawanan.
·
Antonomasia.
Antonomasia
termasuk ke dalam gaya bahasa pertentangan. Perbandingan dengan jalan
menyebutkan nama lain terhadap seseorang sesuai dengan sifatnya. Contoh, Apa si
Gendut sudah makan?
·
Asindenton.
Asindenton
adalah gaya bahasa yang menyebutkan beberapa benda, hal, atau keadaan secara
berturut-turut tanpa menggunakan kata konjungsi (penghubung). Gaya bahasa ini
termasuk ke dalam gaya bahasa penegasan. Seorang penyair sering kali
memanfaatkan gaya bahasa ini untuk berbagai keperluan narasi, dialog,
pengimajinasian, dan pelukisan setting. Contoh, Coba ambilkan bantal, selimut,
untuk tamu kita.
·
Asosiasi.
Asosiasi
memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan
keadaan/gambaran dan sifatnya. Boleh jadi, gaya bahasa asosiasi adalah yang
paling produktif ditemukan dalam karya puisi. Contoh, hidupnya seperti biduk
kehilangan kemudi.
·
Enumerasia.
Enumerasia
merupakan gaya bahasa penegasan dengan melukiskan satu peristiwa agar
keseluruhan maksud kalimat lebih jelasdan lugas. Contoh, Kau tak tahu siapa aku
sebenarnya. Saya seseorang yang hina, yang diusir keluarga, yang tidak
mempunyai alamat pasti.
·
Hiperbola.
Hiperbola
merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan sesuatu keadaan secara
berebihan daripada sesungguhnya. Pembaca banyak menemukan hiperbola digunakan
penyair untuk berbagai keperluan.
Melukiskan konflik kemudian merajutnya menjadi klimaks, melukiskan karakter,
dan mendeskripsikan peralatan prosa. Contoh, larinya secepat kilat.
·
Interupsi.
Interupsi
merupakan gaya bahasa penegasan dengan mempergunakan kata-kata atau bagian
kalimat yang disisipkan diantara kalimat pokok guna lebih memperjelas dan
menekan bagian kalimat sebelumnya. Contoh, Ia-suami yang dicintainya- gugur
dalam pertempuran.
·
Ironi.
Gaya
bahasa sindiran yang menyatakan sebaliknya dengan maksud menyindir. Gaya bahasa
ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan tersembunyi sebenarnyadibalik makna
balikan yang disampaikannya. Ironi juga banyak ditemukan dalam pemakaian bahasa
prosa. Contoh, cepat benar kau pulang, baru jam 2 malam.
·
Kimaks.
Klimaks
termasuk jenis gaya bahasa penegasan dan menyatakan beberapa hal secara
berturut-turut, makin lama makin memuncak intensitasnya. Contoh, Jangankan
berdiri, duduk, bergerak pun aku tak bisa.
·
Koreksio.
Koreksio
termasuk gaya bahasa penegasan yang berupa pembetulan (koreksi) kembali atas
kata-kata yang salah sengaja dikemukakan sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan
sengaja untuk memberikan penegasan sebenarnya. Contoh, Dia sakit ingatan, eh
maaf, dia sakit demam.
·
Metafora.
Metafora
adalah gaya bahasa yang memperbandingkan secara langsung seustu hal atau
keadaan dengan hal atau keadaan lain yang memiliki sifat, keadaan, atau perbuatan
yang sama. Contoh, Dewi malam mulai memancarkan sinarnya (bulan).
·
Metonimia
Metonimia
adalah gaya bahasa yang menyamakan sepatah kata atau nama yang memiliki
hubungan dengan suatu benda lain yang merupakan merek perusahaan atau
perdagangan. Atau menyatakan sesuatu langsung menyebut namanya. Contoh, Coba
buka Gorys Keraf halaman 123 (buku karangan Gorys Keraf).
·
Parabel.
Parabel
merupakan gaya bahasa perbandingan dengan mempergunakan perumpamaan dalam
hidup. Gaya bahasa ini terkandung dalam seluruh isi karangan. Dengan tersimpul
berupa pedoman hidup.
·
Paradoks.
Gaya
bahasa pertentangan yang hanya kelihatan pada arti kata yang berlawanan padahal
sesungguhnya objeknya berlainan. Contoh, Di malam yang ramai ini, dia merasa
kesepian.
·
Personifikasi.
Personifikasi
adalah gaya bahasa yang menganggap benda-benda tak bernyawa mempunyai kegiatan,
maksud dan nafsu seperti yang dimiliki manusia. Contoh, Anak panah melangkah
mencari mangsa.
·
Polisindenton
Gaya
Bahasa Polisindenton adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal
berturut-turut dengan, memakai kata penghubung/ kata sambung yang sama. Contoh,
Setelah makan dan berpakaian dan mengisaap rokok sebatang barulah ia pergi.
·
Repetisi
Repetisi
adalah gaya bahasa yang mengulang sepatah kata atau kelompok kata beberapa kali
dalam kalimat yang berbeda. Contoh, Bukan harta, bukan panngkat, bukan
kecantikan, melainkan budi bahasalah yang menarik perhatian itu.
·
Retoris.
Gaya
Bahasa Retoris yang menggunakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban.
Contoh, Mana mungkin orang mati hidup kembali.
·
Sarkasme.
Merupakan
gaya bahasa sindiran yang paling kasar. Contoh, Bangsat, berani benar kau
menantangku!
·
Sinecdoce.
Gaya
bahasa ini dibedakan menjadi dua macam:
•
Sinecdoce Pars Pro Toto, Yaitu gaya bahasa yang menyebutkan sebagian dari
bagian hal tersebut namun yang dimaksud untuk keseluruhan. Contoh, Kalau ke
pasar belilah tiga ekor ayam.
•
Totem Pro Parte, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk sebagian,
namun yang dimaksud untuk keseluruhan. Contoh, Desa itu diserah wabah flu
burung.
7. Pahamilah
Citra dalam Puisi.
Salah satu alat gaya bahasa adala
citraan. Untuk itu pembaca juga harus mengenal ragam citraan yang fungsional
dalam puisi. Imajinasi bagi penyair adalah persoalan terbesar bagi ke penyairan
seseorang karena memahami karya puisi hakekatnya memahami pengucapan khayali
(imajinasi). Disini, imajinatif pembaca menjadi penting dalam mengapresiasikan
puisi.
Menurut Burhan Nurgiyantoro, citraan sebagai
gambaran pengalaman indera yang diungkapkan melalui bahasa. Selanjutnya
diungkapkan, ada lima jenis citraan, yaitu citraan penglihatan, citraan
pendengaran, citraan gerakan, citraan rabaan, dan citraan penciuman.
Pertama, citraan penglihatan hakikatnya
bagaimana seorang penyair secara nature mampu melukiskan penggambarannya secara
maksimal. Penggambaran penglihatan membuat pembaca mampu melihat dengan matanya
keindahan yang dipotret penyair dengan bidikan matanya.
Kedua, citraan pendengaran merupakan
pengimajian yang memanfaatkan pengalaman indera pendengaran. Pengimajian
pendengaran sering berkaitan pula dengan penggambaran setting dan penokohan.
Ketiga, citraan gerakan merupakan
penggambara yang didasarkan oleh pengalaman gerak yang dialami oleh penyair.
Keempat, citraan rabaan merupakan
pengimajian penyair yang didasarkan oleh pengalaman perabaan.
Kelima, citraan penciuman yang merupakan
penggambaran pengalaman indera penciuman penyair.
Kelima citraan sangat penting dipahami
oleh pembaca karena bahasa puisi banyak menggunakan sebagai sarana pengucapan yang
elastis dan estetis. Selain itu, penguasaan pembaca dalam hal pencitraan akan
membantu dalam apresiasi secara umum yang dilakukannya.
8. Temukan
Ekstrinsikalitas Puisi.
Salah satu tujuan aresiasi adalah
menemukan aspek ekstrinsikalitas dalam puisi. Bagaimana diketahui bahwa karya
sastrahakikatnya merupakan bangunan intrinsik dan ekstrinsik, maka hal yang
tidak boleh diabaikan juga bagaimana membingkai sebuah puisi. Aspek ekstrinsik
itumencakup aspek sosial, aspek politik, aspek hukum, aspek ekonomi, aspek
budaya, aspek pembangunan, aspek agama, aspek pendidikan, aspek filsafat, dan
lain sebagainya.
9. Temukan
Pesan dan Nilai dalam Puisi.
Puncak filosofis dalam puisi adalah
pesan. Artinya di balik karya puisi apapun tersembunyi pesan yang menarik untuk
direnungkan. Hal itu mengingatkan karya puisi merupaka refleksi batin hasil
olah meditasi tentan kehidupan itu sendiri.
Contoh, puisi karya Chairil Anwar Senja
di Pelabuhan Kecil yang menyisipkan pesan bagaimana dahsyatnya cinta di satu
sisi tetapi juga bagaimanapun tetap untuk tetap kokoh dalam menyanggahnya.
10. Temukan
Tone dalam Puisi.
Tone adalah sikap penyair terhadap
pembaca. Dalam memahami sebuah puisi secara implisit dapat dikenali
bagaimanakah sikap si penyair terhadap pembacanya. Puisi Proklamasi 2 karya
Sutardji Calxoum Bachri menunjukkan sikap jengkel penyair kemudian dengan gaya
menyindir (parodi) mengajak pembaca menyadari tentang kehidupan bangsa
Indonesia yang belum merdeka. Maka itu, perlu dibacanya kembali Proklamasi yang
kedua.
11. Temukan
Feeling dalam Puisi.
Feeling adalah sikap penyair terhadap
masalah yang tampak dalam puisi yang dituliskan dalam puisi. Puisi Surat Cinta
karya WS Rendra menggambarkan sikap penyair romantis terpagut oleh getaran
cinta suci. Sikap ini tampak sekali dalam larik-larik menarik yang menghipnotik
di awal puisi.
Kutulis surat cinta ini
Kala hujan gerimis
Bagai tambur
Mainan anak-anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti.
12. Temukan
Subject Matter dalam Puisi.
Subject matter adalah pikiran dalam
bait. Seorang apresiator yang baik diharapkan mampu menemukannya dalam
potongan-potongan bait puisi yang dipahaminya. Karena itu, subject matter ini
akan menjawab pertanyaan apresiasi apakah yang disampaikan dalam bait puisi?
Kemampuan apresian menemukan pokok
pikiran dalam bait ini akan membantu pemandunya menemukan keseluruhan isi
(total of meaning) yang ada dalam sebuah puisi.
Kangen
WS
Rendra
Kau
tak akan mengerti bagaimana kesepianku
Menghadapi
kemerdekaan tanpa cinta
Kau
tak akan mengerti segala lukaku
Karna
cinta telah sembunyikan pisaunya.
Membayangkan
wajahmu adalah siksa.
Kesepian
adalah ketakutan dalam kelumpuhan.
Engkau
telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila
aku dalam kangen dan sepi.
Itulah
berarti
Aku
tungku tanpa api.
Pokok pikiran yang muncul dalam bait di atas adalah sebuah
kesepian mendalam yang dialami oleh aku liris. Sebuah kerinduan yang memuncak
tetapi tidak terlepaskan.
13. Temukan
Total of Meanning dalam Puisi.
Tugas apresiator adalah menemukan pokok
pikiran yang ada dalam keseluruhan puisi. Hal ini dilakukan dengan kejelian
dalam menemukan subject matter sebelumnya.
Surat
Cinta
WS
Rendra
Kutulis
surat ini
Kala
hujan gerimis
Bagai
bunyi tambur mainan
Anak-anak
peri dunia gaib.
Dan
angin mendesah
Mengeluh
dan mendesah
Wahai,
Dik Narti
Aku
cinta padamu !
Kutulis
surat ini
Kala
langit menangis
Dan
dua ekor belibis
Bercintaan
dalam kolam
Bagai
dua anak nakal
Jenaka
dan manis
Mengibaskan
ekor
Serta
menggetarkan bulu-bulunya
Wahai,
Dik Narti
Kupinang
kau menjadi istriku !
Bait pertama puisi di atas, subject
matter yang dapat di temukan adalah sebuah ungkapan cinta seseorang aku liris
yang tulus, yang dimetaforakan dengan keluh dan desah angin. Sementara bait
kedua, pokok masalah dalam baitnya adalah ungkapan untuk meminang lawan (yang
di sapa) aku liris dalam puisi. Dengan kata lain, kaitan pokok-pokok pikiran
dalam bait puisi itu yang akan membangun totalitas of meanning dalam keutuhan
sebuah puisi.
14. Mampu
Memaparafrase Puisi.
Parafrase adalah pengungkapan
menggunakan bahasa apresian untuk mengungkapkan isi puisi. Puncak apresiasi
seseorang apresiator adalah mampu menceritakan isi puisi dengan bahasa sendiri.
Kemampuan menarasikan puisi akan menjadi salah satu indikator hasil
pamahamannya. Jika seorang apresiator akan menulis kririk bekal demikian
merupakan kunci yang tak kalah penting. Kritik HB Jasin, satu karakternya
adalah menceritakan isi puisi demikian.
Langkah-langkah memahami puisi
hakikatnya bukanlah langka-langkah yang mengikat secara mati, tetapi hanya
semacam rambu-eambu yang menarik untuk dipikirkan oleh seorang apresian.
Bergulat dengan puisi memetik makna kehidupan yang paling dalam. Bekal seorang
apresiator tentunya menjadi pertimbangan untuk hasil apresiasi yang optimal.