Selasa, 09 Oktober 2012

Langkah-langkah Memahami Puisi



langkah-langkah memahami puisi hakikatnya semacam kompas pandu yang akan mendekatkan dengan “apa dan bagaimana” melakukan sesuatu. Dalam memahami puisi tidak diharuskan untuk mengikuti semua langkah-langkah. Ada yang ditinggalkan, ada yang penting diintensifkan, dan ada pula yang mungkin di tambahkan. Karena langkah-langkah dalam konsepsi epistomologis reseptif ini bukanlah ekspositional yang kaku. Yang terpenting adalah :
·         Pemahaman terhadap komponen karya puisi,
·         Estetika sebuah karya puisi,
·         Pemahaman proses persalinan karya puisi,
·         Proses pergulatan dan pembacaan yang empatif dan intensif,
·         Proses penceritaan kembali sebagai indikator apresiasi karya yang paling mudah.
Kelima proses yang saling berkaitan ini, tentu, jika meminjam pengalaman para penggulat sastra yang bersifat individual dan unik. Individual, karena masing-masing pembaca atau kritikus sering kali berbeda. Unik, karena mereka juga melekat kekhasan masing-masing orang sebagai pembaca.
Dalam apresiasi seseorang dibutuhkan kemampuan empati, reflektif, dan imajinatif. Empati adalah kemampuan apresiasi untuk berlibat dengan persoalan yang ada di dalam karya puisi. Reflektif adalah kemampuan pembaca untuk merefleksikan sikap pembacaannya. Sedangkan, imajinatif adalah kemampuan berimajinasi untuk menemukan aneka visualisasi dan citra cerita yang ditulis oleh penyair.

Selanjutnya apresian puisi dituntut untk memiliki ;
·         Pemahaman atas kede bahasa,
·         Pemahaman atas kode sastra,
·         Pemahaman atas kode budaya.

Ketiga hal tersebut akan membantu seseorang memahami karya puisi secara optimal. Ketiga kode itu memiliki inspirasi dan relasi makna dan imajinasii yang berbeda, tetapi dalam pemahaman dan produksi sastra, berkelindan dalam satu tali proses pemahaman.
Secara acak berenung mengenai rangkaian proses apresiasi puisi, maka tentu akan berkaitan dengan beberapa hal berikut ;

1.      Kemampuan Memahami Judul.
Judul merupakan representasi isi puisi. Untuk itu, langkah pertama dalam memahami karya puisi adalah mengenali judulnya. Membaca judul puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar misalnya, maka akan ditemukan pengalaman jiwa Chairil Anwar yang sangat intensif yang tidak saja merupakan pengalaman indrawi. Dari judul puisi tersebut, ada tiga jenis diksi yang memiliki konotasi dan simbolisasi makna yang kuat. Kata “senja” secara konotatif simbolis menggambarkan bagaimana sebuah fenomena waktu yang menjelaskan bahwa sudah akan berakhir saat cerah matahari dan sesaat lagi akan tiba saat gulita. Pengalaman yang menyenangkan saat siang/terang si aku liris dengan subjek/yang disapa sesaat lagi akan berganti dengan kesedihan saat malam/gelap. Jadi mencari pergulatan makna di dalam judul puisi merupakan kemutlakan apresiasi pada tahap awal.

2.      Temukan “Kata Kunci” Puisi.
Kata kunci dalam sebuah puisi bisa jadi merupakan kata inspiratif, diksi konotatif, atau idiom penting dalam lirik-bait sebuah puisi. Karena ciri penting puisi adalah kepadatan bahasa, keindahan kata, dan permainan imajinasi yang impresif.
Diksi pelabuhan dalam judul puisi Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar merupakan kunci penting. Karena pelabuhan seringkali dipahami sebagai tempat berlabuh, bersandar, berangkatnya sebuah pelayaran. Pelabuhan merupakan simbol dari wanita jika itu merupakan hubungan aku lirik dengan yang disapa sebagaimana puisi Chairil Anwar.

3.      Temukan Kekhasan Pengucapan Penyair.
Karakter pengucapan penyair ditentukan oleh beberapa faktor berikut:
·         Pilihan kata, idiom, dan frase yang berbobot,
·         Pelarikan yang luwes (fleksibel),
·         Pengolahan bait yang padat yang memiliki satu subject matter,
·         Organisasi totalitas puisi yang impresif,
·         Mengungkapkan tone dan feeling yang impresif,
·         Pesan tersembunyi yang mampu diselipkan,
·         Latar sosiobudaya penyair,
·         Biografi dan pendidikan seorang penyair.
Menebarkan kata, idiom, dan frase yang khas akan melahirkan pembayangan pembaca yang lebih sempurna.

4.      Temukan Aliran yang Digunakan.
Seorang penyair berkecenderungan atas aliran tertentu. Sutardji Calzoum Bachri cenderung absurdis. Taufik Ismail cenderung realisme. Sementara aliran dalam karya sastra Indonesia dikenal banyak sekali. Seperti realisme, naturalisme, romantisme, idealisme, ekspresionisme, dan lain sebagainya. Aliran yang dipilih penyair akan memudahkan dalam memahami karya puisi. Misalnya, puisi “Aku” karya Chairil Anwar merupaka luapan ekspresi kejiwaan penyair yang luar biasa dipicu oleh realitas sosial yang menghimpitnya.

5.      Temukan Tema Puisi
Tema adalah masalah. Sebuah karya puisi adalah gambaran tentang masalah. Keberadaan tema dalam puisi hakekatnya adalah persoalan masalah kehidupan itu sendiri. Misalnya masalah keluarga, cinta, agama, budaya, filsafat, politik,ekonomi, dan lain sebagainya.
Taufik Ismail sering mengangkat tema sosial kemasyarakatan. Abdul Haadi MW mengangkat tema-tema agama dan relijiusitas.

6.      Temukan Gaya Bahasa.
Bahasa dalam sastra berbeda dengan bahasa pada umumnya. Penggunaan bahasa estetis itu dimaksudkan agar karya sastra puisi menjadi memesona. Penyair biasanya menggunakan kekhasan pengucapan, imaji yang kental, kata dan idiom yang menarik, larik yang puitik, pengabaian kaidah kebahasaan, dan menggunakan gaya bahasa yang kaya. Gaya bahasa merupakan instrumen yang penting, karena bahasa sastra (karya puisi) bukanlah bahasa biasa. Tetapi bahasa estetis yang penuh dengan berbagai gaya bahasa, metafora, figurative language, dan seterusnya.
Sebelum mengapresiasikan karya puisi, pembaca diharapkan memiliki bekal penguasaan atas gaya bahasa. Selanjutnya, gaya bahasa yang dipergunakan penyair dimanfaatkan untuk memberikan imaji yang membandingkan, mengontraskan, menegaskan, dan menyindir.
Tugas apresiator salah diantaranya adalah menemukan majas (figurative language) yang dipergunakan penyair. Figurative language itu bersifat prismatis.  Artinya, bahasa yang mamancarkan makna lebih dari satu. Dalam penggunaanya figurative language mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain. Fungsi puitis figurative language ialah dapat memperjelas, menjadikan sesuatu lebih menarik, dan memberikan daya hidup dalam karya sastra.
Umumnya majas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu, majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas pertautan.
Berikut adalah gaya bahasa sebagai bekal apresiasi karya puisi :
·         Alegori.
Alegori merupakan jenis gaya bahasa yang menyatakan sesuatu hal dengan perlambangan. Perlambangan yang dimaksudkan dalam gaya bahasa ini adalah perlambangan dengan menggunakan perbandingan penuh. gaya bahasa ini banyak dipergunakan dalam pengucapan karya puisi.

·         Alusio.
Alusio merupakan gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan ungkapan atau peribahasa yang sudah lazim diketahui banyak orang. Contoh, hidupnya seperti telur di ujung tanduk.
·       
  Anapora.
Anapora termasuk ke dalam gaya bahas paralelisme. Anapora merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata atau frase yang sama di depan larik-larik (kalimat-kalimat sebelumnya) secara berulang-ulang.


·         Antitesis.
Antitesis termasuk gaya bahasa pertetangan. Antitesis merupakan jenis gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata secara berlawanan.

·         Antonomasia.
Antonomasia termasuk ke dalam gaya bahasa pertentangan. Perbandingan dengan jalan menyebutkan nama lain terhadap seseorang sesuai dengan sifatnya. Contoh, Apa si Gendut sudah makan?

·         Asindenton.
Asindenton adalah gaya bahasa yang menyebutkan beberapa benda, hal, atau keadaan secara berturut-turut tanpa menggunakan kata konjungsi (penghubung). Gaya bahasa ini termasuk ke dalam gaya bahasa penegasan. Seorang penyair sering kali memanfaatkan gaya bahasa ini untuk berbagai keperluan narasi, dialog, pengimajinasian, dan pelukisan setting. Contoh, Coba ambilkan bantal, selimut, untuk tamu kita.

·         Asosiasi.
Asosiasi memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain yang sesuai dengan keadaan/gambaran dan sifatnya. Boleh jadi, gaya bahasa asosiasi adalah yang paling produktif ditemukan dalam karya puisi. Contoh, hidupnya seperti biduk kehilangan kemudi.

 ·         Enumerasia.
Enumerasia merupakan gaya bahasa penegasan dengan melukiskan satu peristiwa agar keseluruhan maksud kalimat lebih jelasdan lugas. Contoh, Kau tak tahu siapa aku sebenarnya. Saya seseorang yang hina, yang diusir keluarga, yang tidak mempunyai alamat pasti.

·         Hiperbola.
Hiperbola merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan sesuatu keadaan secara berebihan daripada sesungguhnya. Pembaca banyak menemukan hiperbola digunakan penyair  untuk berbagai keperluan. Melukiskan konflik kemudian merajutnya menjadi klimaks, melukiskan karakter, dan mendeskripsikan peralatan prosa. Contoh, larinya secepat kilat.

·         Interupsi.
Interupsi merupakan gaya bahasa penegasan dengan mempergunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan diantara kalimat pokok guna lebih memperjelas dan menekan bagian kalimat sebelumnya. Contoh, Ia-suami yang dicintainya- gugur dalam pertempuran.

·         Ironi.
Gaya bahasa sindiran yang menyatakan sebaliknya dengan maksud menyindir. Gaya bahasa ini dimaksudkan untuk menyampaikan pesan tersembunyi sebenarnyadibalik makna balikan yang disampaikannya. Ironi juga banyak ditemukan dalam pemakaian bahasa prosa. Contoh, cepat benar kau pulang, baru jam 2 malam.

·         Kimaks.
Klimaks termasuk jenis gaya bahasa penegasan dan menyatakan beberapa hal secara berturut-turut, makin lama makin memuncak intensitasnya. Contoh, Jangankan berdiri, duduk, bergerak pun aku tak bisa.

·         Koreksio.
Koreksio termasuk gaya bahasa penegasan yang berupa pembetulan (koreksi) kembali atas kata-kata yang salah sengaja dikemukakan sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penegasan sebenarnya. Contoh, Dia sakit ingatan, eh maaf, dia sakit demam.

·         Metafora.
Metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan secara langsung seustu hal atau keadaan dengan hal atau keadaan lain yang memiliki sifat, keadaan, atau perbuatan yang sama. Contoh, Dewi malam mulai memancarkan sinarnya (bulan).

·         Metonimia
Metonimia adalah gaya bahasa yang menyamakan sepatah kata atau nama yang memiliki hubungan dengan suatu benda lain yang merupakan merek perusahaan atau perdagangan. Atau menyatakan sesuatu langsung menyebut namanya. Contoh, Coba buka Gorys Keraf halaman 123 (buku karangan Gorys Keraf).

·         Parabel.
Parabel merupakan gaya bahasa perbandingan dengan mempergunakan perumpamaan dalam hidup. Gaya bahasa ini terkandung dalam seluruh isi karangan. Dengan tersimpul berupa pedoman hidup.

·         Paradoks.
Gaya bahasa pertentangan yang hanya kelihatan pada arti kata yang berlawanan padahal sesungguhnya objeknya berlainan. Contoh, Di malam yang ramai ini, dia merasa kesepian.

·         Personifikasi.
Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda-benda tak bernyawa mempunyai kegiatan, maksud dan nafsu seperti yang dimiliki manusia. Contoh, Anak panah melangkah mencari mangsa.

·         Polisindenton
Gaya Bahasa Polisindenton adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan, memakai kata penghubung/ kata sambung yang sama. Contoh, Setelah makan dan berpakaian dan mengisaap rokok sebatang barulah ia pergi.

·         Repetisi
Repetisi adalah gaya bahasa yang mengulang sepatah kata atau kelompok kata beberapa kali dalam kalimat yang berbeda. Contoh, Bukan harta, bukan panngkat, bukan kecantikan, melainkan budi bahasalah yang menarik perhatian itu.

·         Retoris.
Gaya Bahasa Retoris yang menggunakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban. Contoh, Mana mungkin orang mati hidup kembali.

·         Sarkasme.
Merupakan gaya bahasa sindiran yang paling kasar. Contoh, Bangsat, berani benar kau menantangku!

·         Sinecdoce.
Gaya bahasa ini dibedakan menjadi dua macam:
• Sinecdoce Pars Pro Toto, Yaitu gaya bahasa yang menyebutkan sebagian dari bagian hal tersebut namun yang dimaksud untuk keseluruhan. Contoh, Kalau ke pasar belilah tiga ekor ayam.
• Totem Pro Parte, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk sebagian, namun yang dimaksud untuk keseluruhan. Contoh, Desa itu diserah wabah flu burung.

7.      Pahamilah Citra dalam Puisi.
Salah satu alat gaya bahasa adala citraan. Untuk itu pembaca juga harus mengenal ragam citraan yang fungsional dalam puisi. Imajinasi bagi penyair adalah persoalan terbesar bagi ke penyairan seseorang karena memahami karya puisi hakekatnya memahami pengucapan khayali (imajinasi). Disini, imajinatif pembaca menjadi penting dalam mengapresiasikan puisi.
Menurut Burhan Nurgiyantoro, citraan sebagai gambaran pengalaman indera yang diungkapkan melalui bahasa. Selanjutnya diungkapkan, ada lima jenis citraan, yaitu citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerakan, citraan rabaan, dan citraan penciuman.
Pertama, citraan penglihatan hakikatnya bagaimana seorang penyair secara nature mampu melukiskan penggambarannya secara maksimal. Penggambaran penglihatan membuat pembaca mampu melihat dengan matanya keindahan yang dipotret penyair dengan bidikan matanya.
Kedua, citraan pendengaran merupakan pengimajian yang memanfaatkan pengalaman indera pendengaran. Pengimajian pendengaran sering berkaitan pula dengan penggambaran setting dan penokohan.
Ketiga, citraan gerakan merupakan penggambara yang didasarkan oleh pengalaman gerak yang dialami oleh penyair.
Keempat, citraan rabaan merupakan pengimajian penyair yang didasarkan oleh pengalaman perabaan.
Kelima, citraan penciuman yang merupakan penggambaran pengalaman indera penciuman penyair.
Kelima citraan sangat penting dipahami oleh pembaca karena bahasa puisi banyak menggunakan sebagai sarana pengucapan yang elastis dan estetis. Selain itu, penguasaan pembaca dalam hal pencitraan akan membantu dalam apresiasi secara umum yang dilakukannya.

8.      Temukan Ekstrinsikalitas Puisi.
Salah satu tujuan aresiasi adalah menemukan aspek ekstrinsikalitas dalam puisi. Bagaimana diketahui bahwa karya sastrahakikatnya merupakan bangunan intrinsik dan ekstrinsik, maka hal yang tidak boleh diabaikan juga bagaimana membingkai sebuah puisi. Aspek ekstrinsik itumencakup aspek sosial, aspek politik, aspek hukum, aspek ekonomi, aspek budaya, aspek pembangunan, aspek agama, aspek pendidikan, aspek filsafat, dan lain sebagainya.

9.      Temukan Pesan dan Nilai dalam Puisi.
Puncak filosofis dalam puisi adalah pesan. Artinya di balik karya puisi apapun tersembunyi pesan yang menarik untuk direnungkan. Hal itu mengingatkan karya puisi merupaka refleksi batin hasil olah meditasi tentan kehidupan itu sendiri.
Contoh, puisi karya Chairil Anwar Senja di Pelabuhan Kecil yang menyisipkan pesan bagaimana dahsyatnya cinta di satu sisi tetapi juga bagaimanapun tetap untuk tetap kokoh dalam menyanggahnya.

10.  Temukan Tone dalam Puisi.
Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca. Dalam memahami sebuah puisi secara implisit dapat dikenali bagaimanakah sikap si penyair terhadap pembacanya. Puisi Proklamasi 2 karya Sutardji Calxoum Bachri menunjukkan sikap jengkel penyair kemudian dengan gaya menyindir (parodi) mengajak pembaca menyadari tentang kehidupan bangsa Indonesia yang belum merdeka. Maka itu, perlu dibacanya kembali Proklamasi yang kedua.

11.  Temukan Feeling dalam Puisi.
Feeling adalah sikap penyair terhadap masalah yang tampak dalam puisi yang dituliskan dalam puisi. Puisi Surat Cinta karya WS Rendra menggambarkan sikap penyair romantis terpagut oleh getaran cinta suci. Sikap ini tampak sekali dalam larik-larik menarik yang menghipnotik di awal puisi.
Kutulis surat cinta ini
Kala hujan gerimis
Bagai tambur
Mainan anak-anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti.

12.  Temukan Subject Matter dalam Puisi.
Subject matter adalah pikiran dalam bait. Seorang apresiator yang baik diharapkan mampu menemukannya dalam potongan-potongan bait puisi yang dipahaminya. Karena itu, subject matter ini akan menjawab pertanyaan apresiasi apakah yang disampaikan dalam bait puisi?
Kemampuan apresian menemukan pokok pikiran dalam bait ini akan membantu pemandunya menemukan keseluruhan isi (total of meaning) yang ada dalam sebuah puisi.
Kangen
WS Rendra

Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku
Menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
Kau tak akan mengerti segala lukaku
Karna cinta telah sembunyikan pisaunya.
Membayangkan wajahmu adalah siksa.
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan.
Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen dan sepi.
Itulah berarti
Aku tungku tanpa api.

Pokok pikiran  yang muncul dalam bait di atas adalah sebuah kesepian mendalam yang dialami oleh aku liris. Sebuah kerinduan yang memuncak tetapi tidak terlepaskan.

13.  Temukan Total of Meanning dalam Puisi.
Tugas apresiator adalah menemukan pokok pikiran yang ada dalam keseluruhan puisi. Hal ini dilakukan dengan kejelian dalam menemukan subject matter sebelumnya.
Surat Cinta
WS Rendra

Kutulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak-anak peri dunia gaib.
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti
Aku cinta padamu !
Kutulis surat ini
Kala langit menangis
Dan dua ekor belibis
Bercintaan dalam kolam
Bagai dua anak nakal
Jenaka dan manis
Mengibaskan ekor
Serta menggetarkan bulu-bulunya
Wahai, Dik Narti
Kupinang kau menjadi istriku !

Bait pertama puisi di atas, subject matter yang dapat di temukan adalah sebuah ungkapan cinta seseorang aku liris yang tulus, yang dimetaforakan dengan keluh dan desah angin. Sementara bait kedua, pokok masalah dalam baitnya adalah ungkapan untuk meminang lawan (yang di sapa) aku liris dalam puisi. Dengan kata lain, kaitan pokok-pokok pikiran dalam bait puisi itu yang akan membangun totalitas of meanning dalam keutuhan sebuah puisi.

14.  Mampu Memaparafrase Puisi.
Parafrase adalah pengungkapan menggunakan bahasa apresian untuk mengungkapkan isi puisi. Puncak apresiasi seseorang apresiator adalah mampu menceritakan isi puisi dengan bahasa sendiri. Kemampuan menarasikan puisi akan menjadi salah satu indikator hasil pamahamannya. Jika seorang apresiator akan menulis kririk bekal demikian merupakan kunci yang tak kalah penting. Kritik HB Jasin, satu karakternya adalah menceritakan isi puisi demikian.
Langkah-langkah memahami puisi hakikatnya bukanlah langka-langkah yang mengikat secara mati, tetapi hanya semacam rambu-eambu yang menarik untuk dipikirkan oleh seorang apresian. Bergulat dengan puisi memetik makna kehidupan yang paling dalam. Bekal seorang apresiator tentunya menjadi pertimbangan untuk hasil apresiasi yang optimal. 


Google Search